Cirebon atau Grage kerapkali disebut kota wali (Sunan Gunung Jati, satu dari sembilan wali songo, berasal dari sini....dan makamnya jadi salah satu tempat ziarah populer di Jawa), ho..ho..ada juga yang menyebut kota becak, sementara lainnya menyebut kota transit. Tapi kunjungi deh web Indonesia-Archipelago yang mengungkapkan," In Cirebon, present-day charm combines with a sense of the past ."
So sweet..... Penasaran ?
Menelusuri jalanan sibuk dan sesekali ada juga sedikit kemacetan (ah, tak lama kok...namanya juga kota kecil....) di pusat keramaian kota Cirebon, akan kita temukan kondisi lalu lintas yang berbeda dengan daerah lainnya. Becak bebas bersliweran, kadang saling berebut penumpang dengan angkutan kota roda empat. Tak ada kawasan bebas becak, malah di beberapa jalan dalam kota, becak merajai, dalam arti, di jalan dimana berlaku ketentuan satu arah untuk roda dua dan empat, tak berlaku bagi becak ! Tukang becak akan dengan santainya mengayuh becak melawan arus kendaraan bermotor. Huaaaww....penumpangnya yang seringkali menjerit ngeri...Weleeehh...It's Cirebon gitu loh....!
Ada baiknya, jelajahi pula jalanan kecil atau di Cirebon biasa disebut gang, karena di situlah sebenarnya jantung kota ini berdenyut. Nah, bila penasaran seperti apa keunikan masyarakat Cirebon, sambangi Kampung Panjunan, di tengah kepadatan pertokoan pusat kota. Warga etnis Arab, China, dan Pribumi Sunda-Jawa berasimilasi dengan harmonis. Perpaduan dari budaya yang berbeda antar etnis tersebut tercermin dalam hasil seni budayanya yaitu motif khas Cirebon-Mega Mendung-merupakan kombinasi gaya Persia, China, dan kaligrafi Islam (Arab). Wujud yang nyata tertera pada bangunan bersejarah di kota ini, seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang dibangun tahun 1480, di kompleks keraton Kasepuhan, Masjid Merah di kampung Panjunan, dan kompleks Pemakaman Sunan Gunung Jati. Dinding bata merah yang menjadi ciri khas arsitektur Jawa, berpadu manis dengan tempelan
So sweet..... Penasaran ?
Menelusuri jalanan sibuk dan sesekali ada juga sedikit kemacetan (ah, tak lama kok...namanya juga kota kecil....) di pusat keramaian kota Cirebon, akan kita temukan kondisi lalu lintas yang berbeda dengan daerah lainnya. Becak bebas bersliweran, kadang saling berebut penumpang dengan angkutan kota roda empat. Tak ada kawasan bebas becak, malah di beberapa jalan dalam kota, becak merajai, dalam arti, di jalan dimana berlaku ketentuan satu arah untuk roda dua dan empat, tak berlaku bagi becak ! Tukang becak akan dengan santainya mengayuh becak melawan arus kendaraan bermotor. Huaaaww....penumpangnya yang seringkali menjerit ngeri...Weleeehh...It's Cirebon gitu loh....!
Ada baiknya, jelajahi pula jalanan kecil atau di Cirebon biasa disebut gang, karena di situlah sebenarnya jantung kota ini berdenyut. Nah, bila penasaran seperti apa keunikan masyarakat Cirebon, sambangi Kampung Panjunan, di tengah kepadatan pertokoan pusat kota. Warga etnis Arab, China, dan Pribumi Sunda-Jawa berasimilasi dengan harmonis. Perpaduan dari budaya yang berbeda antar etnis tersebut tercermin dalam hasil seni budayanya yaitu motif khas Cirebon-Mega Mendung-merupakan kombinasi gaya Persia, China, dan kaligrafi Islam (Arab). Wujud yang nyata tertera pada bangunan bersejarah di kota ini, seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang dibangun tahun 1480, di kompleks keraton Kasepuhan, Masjid Merah di kampung Panjunan, dan kompleks Pemakaman Sunan Gunung Jati. Dinding bata merah yang menjadi ciri khas arsitektur Jawa, berpadu manis dengan tempelan