Minggu, 22 Maret 2009

Cirebon atau Grage


Cirebon atau Grage kerapkali disebut kota wali (Sunan Gunung Jati, satu dari sembilan wali songo, berasal dari sini....dan makamnya jadi salah satu tempat ziarah populer di Jawa), ho..ho..ada juga yang menyebut kota becak, sementara lainnya menyebut kota transit. Tapi kunjungi deh web Indonesia-Archipelago yang mengungkapkan," In Cirebon, present-day charm combines with a sense of the past ."
So sweet..... Penasaran ?
Menelusuri jalanan sibuk dan sesekali ada juga sedikit kemacetan (ah, tak lama kok...namanya juga kota kecil....) di pusat keramaian kota Cirebon, akan kita temukan kondisi lalu lintas yang berbeda dengan daerah lainnya. Becak bebas bersliweran, kadang saling berebut penumpang dengan angkutan kota roda empat. Tak ada kawasan bebas becak, malah di beberapa jalan dalam kota, becak merajai, dalam arti, di jalan dimana berlaku ketentuan satu arah untuk roda dua dan empat, tak berlaku bagi becak ! Tukang becak akan dengan santainya mengayuh becak melawan arus kendaraan bermotor. Huaaaww....penumpangnya yang seringkali menjerit ngeri...Weleeehh...It's Cirebon gitu loh....!



 Ada baiknya, jelajahi pula jalanan kecil atau di Cirebon biasa disebut gang, karena di situlah sebenarnya jantung kota ini berdenyut. Nah, bila penasaran seperti apa keunikan masyarakat Cirebon, sambangi Kampung Panjunan, di tengah kepadatan pertokoan pusat kota. Warga etnis Arab, China, dan Pribumi Sunda-Jawa berasimilasi dengan harmonis. Perpaduan dari budaya yang berbeda antar etnis tersebut tercermin dalam hasil seni budayanya yaitu motif khas Cirebon-Mega Mendung-merupakan kombinasi gaya Persia, China, dan kaligrafi Islam (Arab). Wujud yang nyata tertera pada bangunan bersejarah di kota ini, seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang dibangun tahun 1480, di kompleks keraton Kasepuhan, Masjid Merah di kampung Panjunan, dan kompleks Pemakaman Sunan Gunung Jati. Dinding bata merah yang menjadi ciri khas arsitektur Jawa, berpadu manis dengan tempelan

Chalwanka

Stop Press!...Ada yang menarik di Grage Mall, Pusat Perbelanjaan terbesar di Cirebon.Pada tgl 20,21,dan 22 Maret 2009, di salah satu atrium hall nya, digelar pertunjukan seni musik etnik, gak tanggung-tanggung, dari Amerika Selatan. Chalwanka, Ethnic Music from Andes Mountain, South America. Chalwanka yang beranggotakan duet Lucho dan Pacha, Gitaris dan Peniup Antara (alat musik tiup yang terdiri dari rangkaian potongan bambu) membius pengunjung mall yang sedang beruntung sore itu. Sebelumnya, kelompok musik ini sukses melakukan kolaborasi dengan Ungu di Bandung. Jika Anda biasa mendengarkan major label maka mendengarkan musik mereka ibarat menemukan sebuah oase. Mereka tidak berbohong ketika menyebut diri merepresentasikan musik pegunungan Andes. Alunan Antara yang dimainkan oleh Pacha, apapun lagu yang dimainkannya memang memberikan sentuhan pegunungan, suasana tenang nan menghanyutkan. Antara atau Zampona sendiri adalah sejenis pan flute, alat musik tiup dari bambu yang merupakan leluhur harmonika. Ya, memang punya kaitan dengan Pan, si dewa penggembala pegunungan, karena konon, inilah alat musik yang digunakan Pan ketika menantang Apollo. Mendengar dan menyaksikan duet mereka di tengah keramaian sebuah mal adalah sebuah kombinasi unik yang langka....keteduhan musik Chalwanka menjadi lebih nyata. Sejuk. Dengan apik mereka memainkan berbagai jenis lagu. Lagu-lagu yang mereka mainkan mulai dari Chiquita, My Heart Will Go On, hingga Surgamu dari Ungu. Chalwanka telah mengeluarkan 4 album dan tengah menggarap album kelimanya. Keempat album yang pada tanggal 21 Maret itu di-display dan dijual seharga Rp60 ribu per album pada pertunjukkan mereka laris manis. Musik mereka benar-benar sanggup menghipnotis pengunjung Grage sore itu. Sukses untuk Chalwanka!